Rabu, 29 Oktober 2014

KONSEP BLUE ECONOMY



BAB.I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kekayaan Indonesia mempunyai potensi besar di dalam menyukseskan pembangunan khususnya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Walaupun demikian, cita-cita itu tidak akan mungkin dicapai tanpa adanya usaha atau kerja keras dan pengorbanan dari seluruh rakyat, yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Kekayaan potensi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dan dikelola dengan baik agar dapat menghasilkan nilai tambah dalam sektor ekonomi, guna meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat. Perkembangan pembangunan perikanan di Indonesia sebagai bagian integral pembangunan nasional telah menampakkan hasil yang cukup baik.
        Sebagai negara kepulauan dengan 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 104 ribu kilometer atau terpanjang kedua di dunia, potensi kelautan sangat besar. Diperkirakan, potensi ekonomi di sektor kelautan, baik yang berhubungan dengan sumber daya alam dan pelayanan maritim nilainya mencapai lebih dari US $ 1,2 triliun per tahun. Dengan potensi kelautan yang demikian besar, kontribusi sektor kelautan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 22%.
Saat ini dan di masa depan sektor kelautan dan perikanan semakin memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan dan mendorong perekonomian Indonesia (Sharif Cicip Sutarjo). Buktinya, sejak strategi industrialisasi perikanan mulai dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2011, produktivitas di sektor ini terus meningkat.
        Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II -2013 sektor kelautan dan perikanan tumbuh 7% dibandingkan periode yang sama tahun 2012. Tingkat pertumbuhan ekonomi di sektor kelautan dan perikanan itu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,81%.
        Meskipun industrialisasi perikanan telah berhasil mendorong produktivitas dan nilai tambah di sektor kelautan terus meningkat, namun penerapan konsep Blue Economy akan semakin memperkuat pengelolaan potensi kelautan secara berkelanjutan, produktif, dan berwawasan lingkungan. Pendekatan Blue Economy juga akan mendorong pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi.

            Konsep Blue Economy juga mengajarkan bagaimana menciptakan produk nir-limbah (zero waste), sekaligus menjawab ancaman kerentanan pangan serta krisis energi (fossil fuel). Melalui konsep Blue Economy kita akan dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan serta mengubah kelangkaan menjadi kelimpahan.
        Agar penerapan konsep Blue Economy berjalan dengan baik, dibutuhkan sinergi diantara para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, dukungan kemitraan dari masyarakat, sektor swasta, akademisi, peneliti, pakar pembangunan, lembaga nasional dan internasional mutlak harus dilakukan. Para stakeholders tersebut secara bersama-sama dapat mendorong dan mengawal transformasi menuju pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Potensi sumber daya perikanan di Jambi mulai dilirik kembali, khususnya oleh masyarakat Kab.Tanjung Jabung Barat. Potensi perikanan khususnya bidang budidaya.  Potensi perikanan tangkap yang telah menurun berhasil ditopang oleh produksi perikanan budidaya. Hal ini mendorong berkembangnya usaha- usaha perikanan budidaya, baik itu budidaya ikan di tambak, kolam, karamba, jala apung,mina padi, dan lain-lain. Besarnya potensi dari bidang perikanan menyebabkan  usaha perikanan di Provinsi Jambi sepanjang tahun terus bertambah.
Hal ini menunjukkan kebutuhan akan pakan ikan terus meningkat seiring dengan berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya secara intensif. Selama ini jenis pakan yang digunakan oleh pembudidaya adalah pakan ikan olahan dari pabrik,  namun pada umumnya daya beli masyarakat tidak dapat menjangkau karena harga pakan buatan pabrik mahal dan terus mengalami kenaikan harga.   Harga pakan yang mahal disebabkan oleh bahan baku pakan pabrik menggunakan tepung ikan impor yang memiliki kualitas tinggi.  Tepung ikan impor dikatakan memiliki kualitas yang tinggi karena merupakan produk sampingan dari industri minyak ikan sehingga kandungan proteinnya tinggi dengan kandungan abu yang  rendah.  Tepung ikan lokal memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan tepung ikan impor, namun kandungan protein tepung ikan lokal lebih rendah dengan kandungan abu yang lebih tinggi.  Tepung ikan lokal memiliki kualitas yang lebih rendah  karena bahan baku tepung ikan lokal adalah sisa ikan yang tidak habis terjual atau ikan dengan kualitas yang rendah.  Hal ini menyebabkan industri pakan atau pelet  lebih banyak menggunakan tepung ikan impor dibanding tepung ikan lokal, meskipun menyebabkan harga pakan menjadi mahal.
Indonesia sebenarnya memiliki berbagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan atau pellet. Contoh sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan adalah ikan rucah(tidak layak konsunsi).  Bahan baku tersebut mudah diperoleh  dan bukan bahan kebutuhan pokok manusia.  Kandungan nutrisi yaitu protein dari ikan rucah   hampir setara dengan kandungan protein tepung ikan impor.  Sayangnya, belum banyak atau bahkan belum ada usaha untuk mengolah dan membuat pakan sekala rumahan menggunakan bahan baku ini khususnya di Jambi.  Adanya upaya mengkonversi bahan baku pelet dari tepung ikan impor ke bahan baku ikan lokal yang harganya lebih murah dengan kualitas yang hampir sama, mengakibatkan menurunnya biaya produksi pembuatan pakan atau pellet, sehingga  harga jual pakan menjadi lebih murah dan dapat dijangkau oleh pelaku budidaya.  Pelaku budidaya membutuhkan pakan yang memiliki kandungan nutrisi yang memadai dan harga yang murah.
Atas dasar fakta dan asumsi di atas,  pakan buatan berbahan baku  ikan lokal sangat bagus untuk dilaksanakan dan dikembangkan di Provinsi Jambi.  Seirama dengan berkembangnya sistem budidaya ikan secara intensif akan semakin besar kebutuhan terhadap pakan ikan buatan. Dan apabila usaha budidaya ikan secara intensif telah menjadi “trademark” usaha perikanan, kiranya akan membuka peluang usaha produksi massal pakan ikan buatan sekala rumahan sebagai kebutuhan alternatif.
Melihat besarnya kebutuhan pakan ikan dan mahalnya harga pakan ikan pabrikan membuat usaha pembuatan pakan ikan skala industri rumahan dinilai cukup menjanjikan untuk dijadikan sebagai “dewa penolong” bagi petani ikan diberbagai sentra budidaya ikan.
Usaha pakan ikan skala industri rumahan cukup prospektif, selama mampu menjamin ketersediaan bahan baku lokal berkualitas secara berkesinambungan, sehingga tidak tergantung pada pakan pabrikan yang masih menggunakan bahan pakan impor. Dengan menggunakan bahan baku lokal, tentu harga pakan bisa lebih murah.
Selain bahan baku pakan yang cukup melimpah, peralatan yang digunakan untuk memproduksi pakan ikan skala industri rumahan juga cukup sederhana, seperti mesin penepung yang berfungsi untuk membuat tepung dari bahan baku yang belum berbentuk tepung, mesin pengaduk sebagai wadah pencampuran dan pengadukan agar semua bahan menyatu dengan sempurna, mesin pencetak pelet, mesin pengering dan mesin jahit karung. 


1.2.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.      Faktor-faktor apa saja yang menjadi landasan konsep “Blue Economy”?
2.      Apakah pengetian “Blue Economy”?
3.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi pakan ikan rumahan?
4.      Apakah pakan ikan rumahan itu?
5.      Mungkinkah pakan ikan rumahan dapat menjadi solusi bagi petani ikan / pembudidaya ikan?


1.3.     Tujuan Penelitian

Tujuan dari dibuatnya tulisan ini adalah untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan sebelumya. Adapun tujuannya adalah:

1.      Untuk memahami apa saja konsep “Blue Economy”
2.      Unuk mengetahui faktor-faktor produksi pakan ikan rumahan
3.      Untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan pakan ikan rumahan
4.      Untuk menganalisis komposisi nutrisi pada pakan ikan rumahan

1.4.        Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang konsep “Blue Economy”
2.      Memberikan kontribusi kepada pengusaha produk pakan ikan rumahan
3.      Memberikan masukan bagi pemerintah dalam penentuan kebijakan pembangunan sektor perikanan terutama berkaitan dengan pakan ikan
4.      Memberikan masukan bagi pembudidaya ikan dalam penggunaan pakan ikan yang lebih efisien
BAB.II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian “Blue Economy
Terminologi "blue economy" merupakan dinamika pemikiran konsep pembangunan terbaru yang kini sedang berkembang dengan mengandalkan sumber daya laut atau perairan yang berlandaskan pada tiga pilar terintegrasi yaitu ekosistem, ekonomi dan sosial. Istilah blue economy tersebut telah diangkat dalam berbagai kerjasama internasional, seperti pada pertemuan tingkat Senior Officials Meeting (SOM) for the Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Konsep tersebut adalah konsep pengembangan yang membidik tiga kepentingan, yakni Pertumbuhan, Kesejahteraan masyarakat dan Penyehatan lingkungan.
Ekonomi biru dapat dilihat sebagai tindakan yang bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan secara keseluruhan, sumberdaya laut yang diolah akan dimanfaatkan secara optimal sebagai mainstream pembangunan ekonomi nasional.
Konsep "blue economy" yang baru muncul sekarang ini sebenarnya telah lama dijelaskan dalam Surat An Nahl (QS; 16) ayat 14, Allah berfirman "Dan Dialah Allah, yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan) dan kamu mengeluarkan dari lautan perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan/kemakmuran) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur."
2.1.2. Pemahaman Konsep “Blue Economy”
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap akan konsisten menata kembali pola pembangunan kelautan dan perikanan dengan mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih menekankan pada konsep Ekonomi Biru. Konsep Blue Economy akan bertumpu pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara keseluruhanPembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan sendiri.
Konsep pembangunan berkelanjutan dirancang agar tidak merusak sistem alam, seperti; atmosfer, air, tanah, dan makhluk hidup. Selain itu, mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, mengendalikan eksploitasi sumber daya alam, dan berkeadilan.
Konsep blue economy adalah berkelanjutan dengan mengefisienkan sumber daya alam. Selain itu, tanpa limbah. Limbah dijadikan sebagai bahan baku bagi produk lain, sehingga limbah menghasilkan lebih banyak produk dan pendapatan.
Dampak lain dari blue economy adalah melipat gandakan pendapatan masyarakat dan perluasan lapangan kerja. Bagi perusahaan yang menerapkan konsep ini, dapat melipatgandakan pendapatan perusahaan karena memanfaatkan sumber daya alam lebih efisien.
Prinsip yang diterapkan pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep blue economy antara lain: pertama, terintegrasi antara ekonomi dan lingkungan, jenis ivestasi dan sistem produksi, kebijakan pusat, daerah, dan lintas sektor.
Kedua, berbasis kawasan. Yakni kawasan ekonomi potensial dan lintas batas ekosistem, wilayah administratif, dan lintas sektor. Ketiga, sistem produksi bersih, efisien tanpa limbah, bebas pencemaran, dan tidak merusak lingkungan.
Keempat, investasi kreatif dan inovatif, yakni penanaman modal dan bisnis dengan model blue economy. Selanjutnya, berkelanjutan. Seimbang antara pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
2.1.3. Teori Produksi

Produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau kapan komoditi-komoditi tersebut dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu (Miller dan Mainers, 2000). Dengan demikian produksi itu tidak terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga penyimpanannya, distribusi, pengangkutan, pengeceran, pemasaran kembali, upaya-upaya mensiasati lembaga regulator atau mencari celah hukum demi memperoleh keringanan pajak atau lainnya.

Teori produksi menerangkan sifat hubungan di antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan. Menurut Sukirno (2002), hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Dalam menganalisis mengenai produksi, selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan di nyatakan (tanah, modal dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian, di dalam menggambarkan hubungan di antara faktor produksi yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai, yang di gambarkan adalah hubungan di antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu seperti berikut:

Q=f(K,L,R,T)
 

di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, R adalah kenyataan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga (Sukirno, 2002).
Iswardono, (2004) menuliskan bahwa teori produksi sebagai mana teori perilaku konsumen merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif yang tersedia. Dalam hal ini adalah keputusan yang diambil seorang produsen dalam menentukan pilihan atas alternatif tersebut. Produsen mencoba memaksimalkan produksi yang bisa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar bisa dihasilkan keuntungan yang maksimum.
2.1.4. Definisi Pakan Ikan Rumahan
Pakan buatan yang sering disebut pellet menurut Zonneveld (1991) adalah pakan kering dengan kadar air di bawah 10% dan kandungan nutrisinya lengkap sesuai kebutuhan dari jenis ikan yang dibudidayakan.
Di alam, ikan dapat memenuhi kebutuhan makannya dengan pakan yang tersedia di alam.Dalam hal ini ikan mempunyai kesempatan untuk memilih. Oleh karena itu, pakan yang berasal dari alam selalu sesuai dengan selera ikan. Dalam lingkungan budidaya, ikan lebih tergantung pada pakan buatan dan tidak mempunyai kesempatan untuk memilih.
Pakan buatan rumahan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai ikan, tidak mudah hancur dalam air, aman bagi ikan.

2.1.5. Hubungan Konsep “Blue Economy” dengan Produksi Pakan Ikan Rumahan
Di dunia ini, ikan dieksploitasi secara besar-besaran untuk kebutuhan manusia. Namun pemanfaatan hasil tangkapan ikan yang dikonsumsi oleh manusia hanya sebesar 50-60%, sisanya berupa limbah/by product (Rustad, 2003). Sebagian by product hewan akuatik telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan, silase ikan, dan pakan ternak (Kjos, 2001 dan Rustad,2003). Hal ini dikarenakan kandungan gizi dari by product sangat bagus, mengingat hewan laut termasuk ikan sendiri mempunyai kandungan protein, mineral, dan vitamin yang tinggi (Kjos, 2001).
By product merupakan bahan baku yang ditinggalkan setelah proses produksi dan mudah sekali busuk karena dipengaruhi oleh proses enzimatik dari bahan baku (Rustad, 2003). Ketika memproduksi fillet, sisa potongan, tulang belakang, kepala, liver, gonad, dan pencernaan merupakan by product/ limbahnya (Gildberg , 2002 dalam Rustad, 2003). Semua by product ini diperoleh dari ikan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi, yang sering dikenal dengan sebutan ikan rucah. Ikan rucah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan karena mempunyai keistimewaan yaitu: mengandung kadar protein yang cukup tinggi (40-50%) dan bermutu mengandung asam lemak essensial, mengandung vitamin dan mineral, lebih ekonomis dan mudah didapat (Sanoesi dkk., 2002).
Usaha pemanfaatan limbah pada saat sekarang dan mendatang diharapkan dapat membantu meningkatkan diversifikasi bahan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan. Salah satu caranya melalui pengolahan bahan limbah menjadi produk baru melalui suatu proses silase. Proses silase ikan bertujuanuntuk meningkatkan penggunaan bahan baku ikan, yang dalam hal ini biasanya digunakan sebagai limbah pengolahan menjadi lebih baik dari bahan dasarnya (Yuniarti dkk., 2002).
Bungkil kelapa merupakan salah satu limbah dari produksi minyak kelapa (Hutagalung, 1981). Menurut Reksohadiprodjo (1984) 37% dari berat kelapa (kopra) yang digiling/dipres akan menghasilkan bungkil kelapa. Daging kelapa yang biasanya hanya dibuang begitu saja setelah diambil santannya sebenarnya masih mengandung nutrisi yang berguna bagi ternak karena mengandung protein(17,09%), lemak (9,44%), abu (5,92%) dan air (13,35%) (Mudjiman, 1991).
Dedak merupakan hasil samping dari pemisahan beras dengan sekam (kulit gabah) pada gabah yang telah dikeringkan melalui proses pemisahan dengan digiling atau ditumbuk yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Proses pemisahan menjadi dedak ini akan mendapatkan 10% dedak padi, 50 % beras dan sisanya hasil ikutan seperti pecahan butir beras, sekam dan sebagainya, akan tetapi persentase ini tergantung pada umur dan varietas padi yang ditanam (Grist, 1972).
Hartadi dkk (1997) menyatakan bahwa dedak dengan kandungan serat kasar 6-12 % memiliki kandungan lemak 14,1%, protein kasar 13,8%, sedangkan menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%.

2.1.6. Efisiensi Pakan Ikan Rumahan

Efisiensi merupakan rasio antara output dan input, dan perbandingan antara masukkan dan keluaran. Apa saja yang dimaksudkan dengan masukan serta bagaimana angka perbandingan tersebut diperoleh, akan tergantung dari tujuan penggunaan tolak ukur tersebut. Secara sederhana menurut Nopirin (1997), efisiensi dapat berarti tidak adanya pemborosan.
Penggunaan sumber daya produksi dikatakan belum efisien apabila sumber daya tersebut masih mungkin digunakan untuk memperbaiki setidak-tidaknya keadaan kegiatan yang satu tanpa menyebabkan kegiatan yang lain menjadi lebih buruk. Sumber daya dikatakan efisien pengunaannya jika sumber daya tersebut tidak mungkin lagi digunakan untuk memperbaiki keadaan kegiatan yang satu tanpa menyebabkan kegiatan yang lain menjadi lebih buruk (Lipsey, 1992). Menurut Mubyarto (1986), Efisiensi adalah suatu keadaan di mana sumberdaya telah dimanfaatkan secara optimal. Untuk memperoleh sejumlah produk diperlukan bantuan atau kerjasama antara beberapa faktor produksi.
Tingkat kebutuhan protein ikan tawar pada umumnya 26-30% sedangkan untuk pakan ikan laut kadar protein yang dubutuhkan sekitar 47-53%. Sementara itu, tingkat efisiensi pakan yang dihasilkan pakan skala rumahan sekitar 2:1, yakni dari 2 kg pakan yang dikonsumsi akan menghasilkan 1 kg daging di akhir masa panen untuk ikan mas dan 1 kg pakan yang diberikan pada ikan bawal akan menghasilkan daging 0,7 kg saat panen (1:0,7).
Sementara itu, tingkat efisiensi pakan pelet lele bisa mencapai tingkat efisiensi 1:1, yakni dari 1 kg pakan yang diberikan akan menghasilkan 1kg daging saat panen. Pada dasarnya setiap jenis ikan membutuhkan nutrisi yang berbeda, demikian juga teknik pemeliharaan akan sangat mempengaruhi pelet yang harus dipergunakan. Bila hal tersebut tidak terpenuhi, akan sulit bagi pembudidaya mendapatkan efisiensi yang baik.

          Nilai efisiensi pakan bisa tercapai apabila kebutuhan protein ikan mampu tercukupi dari suplai pakan yang diberikan. Nah, untuk mencari kebutuhan protein ikan bisa diketahui dari data yang dilangsir oleh National Research council (NRC), yakni badan riset internasional yang merilis hasil penelitian pada publik tentang cara penghitungan kebutuhan nutrisi pakan ikan yang diperoleh dari perkalian persentase bahan baku dengan kadar protein yang terkandung pada bahan baku yang kemudian dijumlahkan. Selain itu, pengujian kadar protein juga bisa dilakukan melalui uji nutrisi pakan di laboratorium ilmu nutrisi.
Pemilihan bahan baku  ikan rucah sebagai pengganti tepung ikan impor karena memiliki nilai gizi yang lengkap dan hampir sama kandungan proteinnya dengan tepung ikan impor, mudah dicerna, tidak mengandung racun, mudah diperoleh, bukan kebutuhan pokok manusia,     sehingga potensial untuk perkembangan proses produksi pakan ke depan.  Kuala Tungkal sebagai lokasi produksi pakan  menyediakan bahan baku yang melimpah melihat   Kuala Tungkal merupakan daerah pesisir sehingga ikan laut tersedia cukup banyak, selain itu  ikan rucah belum dimanfaatkan oleh penduduk karena ikan tersebut tidak layak pakai. 
Harga jual pakan buatan rumahan dengan bahan baku ikan rucah tidak mahal namun tetap memberi keuntungan. Harga pakan dengan bahan baku ikan rucah menjadi lebih murah karena dalam pembuatan pakan menggunakan prinsip pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di sekitar tempat produksi dan yang tidak dikonsumsi secara langsung oleh manusia atau pemanfaatan bahan baku yang memiliki nilai nutrisi dan nilai ekonomi dari pada bahan pangan hewani yang akan dihasilkan sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin dan harga jual dapat disesuaikan dengan isi kantong pelaku budidaya atau petani.

2.2. Penelitian Terdahulu
No
Judul
Penulis
Variabel
Hasil
1.
OPTIMISASI POTENSI EKONOMI INDONESIA,
TINJAUAN PADA ASPEK BLUE ECONOMY
Fadli Umam
Muhammad Hanafi
Ijmal Hanandra Purba
-          Perikanan
-          Hutan Mangrove
-          Hutan Bakau
-          Industri Bioteknologi Kelautan
Blue Economy merupakan konsep yang tidak serta merta dikaitkan dengan ekonomi kelautan, namun demikian, prinsip implementasi yang ada pada konsep ini sangat sejalan dengan strategi optimisasi output dari bidang keluatan dan perikanan
2.
KAJIAN TINGKAT KECERNAAN PAKAN BUATAN
YANG BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH
PADA IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus
Selpiana, Limin Santoso, dan Berta Putri
-          ikan nila,
-           kecernaan total
-           kecernaan protein
-           tepung ikan rucah
tingkat kecernaan pakan buatan dengan proporsi tepung ikan rucah 540 gram pada ikan nila merah memberikan hasil tertinggi terhadap kecernaan total pakan sebesar 70,51% dan kecernaan protein pakan sebesar 80,64%.
3.
Efisiensi Teknis Usaha Budidaya Ikan Lele DI kolam
(Studi Kasus di Kabupaten Tulung Agung Propinsi Jawa Timur)
Tajerin
2007
- Luas kolam
- Benih
- Pakan
- Tenaga kerja
Tingkat efisiensi teknis yang dicapai oleh usaha budidaya pembesaran ikan lele di tulung agung dalam kategori sedang-tinggi.

4.
Analisis efisiensi Teknis Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Karamba Jaring Apung Diperairan Teluk Lampung
Muhamad Noor
2005
-    Luas areal karamba jaring apung
-    benih ikan
-    tenaga kerja
-    Pakan ikan

Secara umum tingkat efisiensit eknis yang dicapaileh pembesaran ikan karapu dalam karamba jarring apung diperairan teluk lampung tergolong dalam kategori sedang- tinggi

5.
Analisis Efisisensi Produksi kasus Pada Budidaya Penggemukan Kepiting Bakau di Kabupaten Pemalang
Dwi
Arie Putranto
2007

-    Luas lahan
-    Benih
-    Pakan
-    Tenaga kerja


Nilai RTS nya lebih besar dari 1 yaitu sebesar 1,176. Hal ini berarti menunjukkan bahwa budidaya penggemukan kepiting bakau dalam keadaan Increasing Return to Scale yang berari bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.




2.3. Skema Kerangka Pemikiran
Untuk mencapai efisiensi produksi pakan ikan  khususnya pakan ikan rumahan  baik itu efisiensi teknis, efisiensi harga maupun efisiensi ekonomis diperlukan suatu kombinasi dari penggunaan faktor-faktor produksi. Berikut ini dijabarkan mengenai alur befikir dalam penelitian konsep “Blue Economy” pada produksi pakan ikan rumahan di KUB.Agro Mina Kuala Tungkal.

Gambar 2.3
Skema Kerangka Pemikiran
KONSEP “BLUE ECONOMY”
 
Efisiensi Pakan Ikan
 
(Y) Produksi
 
(X4) BBM
 
(X3) Tenaga Kerja
 
(X2) Mesin/Alat
 
(X1) Bahan Baku
 
                                                      

















 











BAB. III
METODOLOGI PENELITAN
3.1. Metode Penelitian
Studi ini merupakan studi empiris mengenai analisis  konsep blue economy pada produksi pakan ikan rumahan di KUB. Agro Mina Kuala Tungkal

3.1.1.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel dan pengukurannya dapat dijelaskan agar diperoleh kesamaan pemahaman terhadap konsep-konsep dalam penelitian ini, yaitu :

1.        Jumlah produksi (Y) adalah jumlah pakan ikan yang dihasilkan oleh perusahaan pakan ikan rumahan  dalam satuan kilogram (Kg).
2.        Bahan baku  (X1) yaitu bahan-bahan  yang digunakan untuk produksi pakan ikan dalam satuan kilogram (Kg).
3.        Mesin/Peralatan (X2) yaitu alat yang digunakan untuk mmemproduksi pakan ikan dalam satuan unit
4.        Jumlah tenaga kerja (X3), yaitu jumlah tenaga kerja baik dari keluarga sendiri maupun dari luar keluarga yang digunakan . Dimana penghitungan  upah dan dihitung dengan sistem borongan
5.        BBM (X4),  yaitu bahan bakar minyak yang digunakan untuk menjalankan mesin dengan satuan liter(lt)
3.1.2. Populasi dan Sampel


Populasi adalah kumpulan individu dengan kualitas serta cirri-ciri yang telah ditetapkan (Moh. Nasir, 1988). Menurut Mudrajad Kuncoro (2003) populasi diartikan sebagai sekelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, atau kejadian di mana tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah petani budidaya ikan  dalam efisensi penggunaan pakan ikan buatan industri rumahan di Kuala Tungkal.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, metode ini digunakan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Sutrisno Hadi, 1982).
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk bahan atau data yang relevan, akurat reliable yang hendak kita teliti. Oleh karena itu perlu diguunakan metode pengumpulan data yang baik dan cocok. Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data berupa :

3.2.1 Metode Interview (Wawancara)

Dalam Soekartawi (2002) dijelaskan bahwa pengertian interview atau wawancara adalah kegiatan mencari bahan (keterangan, pendapat) melalui tanya jawab lisan denagan saja yang diperlukan. Wawancara ini dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini dipersiapkan dulu pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan, yang sesuai dengan situasi ketika wawancara akan dilaksanakan.

3.2.2 Observasi
Observasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. Observasi ini mempunyai keuntungan yaitu sasaran observasi tidak menunjukan tingkah laku yang dibuat-buat, sehingga kewajaran dan kebenaran keadaan yang diperole akan lebih tinggi. Selain keuntuhan terdapat juga kelemahannya antara lain: diperlukan biaya yang relatif lebih mahal, dan adanya suatu gejala atau peristiwa yang susah untuk diobservasi misalnya mengamati kejala inflasi, gejala perubahan struktur pengusahaan usaha pertanian. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka observasi ini perlu dibantu dengan menggunakan metode wawancara. Metode observasi ini dilakukan dengan cara mengadakan penelitian langsung terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta berdasarakan pengamatan penelitian.

3.2.3 Dokumentasi

Metode ini dilakukan dengan metode studi pustaka yaitu mengadakan survei terhadap data yang telah ada dan menggali teori-teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang terkait. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu mengumpulkan data melalui website  BPS Provinsi Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan isntansi terkait.
3.3. Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data preimer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari objek peneilitian yang diamati. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode survei dengan teknik wawancara pada petani budidaya ikan air tawar  berdasarkan kuesioner yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai efisiensi pakan ikan rumahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Muaro Jambi

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan yaitu dengan membaca kepustakaan seperti buku-buku literatur, diktat-diktat kuliah, majalah-majalah, jurnal-jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan pokok penelitian, surat kabar dan membaca dan mempelajari arsip-arsip atau dokumen-dokumen yang terdapat di instansi terkait. Untuk melengkapi paparan hasil penelitian juga digunakan rujukan dan referensi dari bank data lain yang relevan, misal dari jurnal, laporan hasi penelitian terdahulu, serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.






DAFTAR PUSTAKA

Sharif Cicip Sutarjo,2011.   Strategi industrialisasi perikanan
 Badan Pusat Statistik (BPS), kuartal II -2013 sektor kelautan dan perikanan
Al Qur’an Surat An Nahl (QS; 16) ayat 14, Petunjuk konsep Blue Economy
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ,2011.  konsistensi    pola pembangunan kelautan dan perikanan
Afrianto, E dan E. Liviawaty, 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Penerbit      Kanisius.Yogyakarta

Anonim, 2009. Prospek Cerah Beternak Puyuh.
Diunduh pada Agustus 2012 darihttp://berternak.blogdetik.com/2009/10/04/
prospek-cerah-beternak-puyuh

Anonim, 2013. Membuat sendiri pakan lelealternatif. Diunduh pada Oktober 2012 dari

Djajasewaka, H. 1990. Pakan Ikan. C.V.Yasaguna, Jakarta

Guillaume, Kaushik S, Bergot P, Metailler R.2001. Nutrition and Feeding of fish and
Crustaceans. UK: Praxis Publishing

Mahrizal, Victor, 2011. Pemprov DIY Genjot Produksi Ikan Lele dalam harian Tribun
Jogja, Rabu, 23 Maret 2011
Mudjiman, A., 1985. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta

Miller dan Mainers, 2000. Teori Produksi

Sukirno (2002), hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi

Iswardono, (2004) . Teori produksi dan  teori perilaku konsumen

Zonneveld (1991). Pakan ikan skala industry rumahan

Moh. Nasir, 1988. Populasi

Sutrisno Hadi, 1982. metode purposive sampling

Hutagalung. 1981. Ampas Kelapa dan Sapi. http://www.manglayang.blogsome.com
/2005/11/25/ampas-kelapa-dan-sapi-bagian-1.
 BPS Provinsi Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Tanjung Jabung Barat

1 komentar:

  1. Casinos by Software | Casino Site
    Welcome to Casino Site choegocasino - Discover the best online casinos by software. This 메리트카지노 article will discuss the หาเงินออนไลน์ advantages and disadvantages of each software provider. Casinos.

    BalasHapus